Saturday, July 9, 2011

شهادة الأعمى على الزنا وحكم ا لنظر إلى فرجي الزا نيين KESAKSIAN ORANG BUTA DALAM KEJAHATAN ZINA DAN HUKUM MELIHAT KEMALUAN ORANG YANG BERZINA BAGI PARA SAKSI

Oleh : Ibnu Abdillah Hammam Fauzi

Pendahuluan

Puji serta syukur selalu senantiasa terucap di mulut dan hati kita,selalu mengalir di sungai sungai kehidupan kita yang berliku,tentunya kepada Allah swt.Yang telah melebihkan kita akan segala hal,tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui akibat kurangnya rasa syukur dengan apa yang ada di dalam genggaman tangannya.Yang telah melebihkan nikmatNya kepada kita semua agar selalu berfikir akan keagunganNya dan bersyukur atas pemberianNya,tapi lagi lagi fenomena memberi fakta bahwa kebanyakan manusia lupa akan rasa syukur,”Ya Allah tetapkan lah agar kami selalu ada dalam dzikir kepadaMu,ada dalam rasa syukur kepadamu,dan ada dalam kebaikan ibadah kepadaMu”. Makalah kita pada kajian sekarang akan membahas 2 bahasan, adalah tentang masalah fiqih,bahasan pertama berjudul “Kesaksian orang buta dalam kejahatan zina” dan bahasan kedua yaitu “ Hukum melihat kemaluan orang yang berzina bagi para saksi”.

Tapi sebelum memasuki pada kedua pembahasan tersebut ada baiknya kita berkenalan terlebih dahulu dengan permasalahan Zina.karena kedua pembahasan diatas merupakan permasalahn yang mencabang dari pohon permasalahan sebenarnya yaitu zina,dan merupakan suatu kelaziman bagi kita mengetahui masalah zina terlebih dahulu sebelum memasuki pembahasan. Dan juga akan dibahas lebih banyak permasalahan tentang saksi.

A.Seputar tentang zina.

A.1 Pengertian zina.

Secara bahasa zina artinya persetubuhan,persenggamaan yang diharamkan. Adapun dalam istilah syari’at islam adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki laki kepada perempuan di kemaluannya tanpa adanya ikatan pernikahan atau syubuhat nikah dan perbuatan ini disebut perbuatan keji (2)

Imam al qurtuby berkata : perbuatan ini (zina) sudah dikenal maknanya secara bahasa sebelum adanya syari’at islam. Seperti penamaan pencurian,atau pembunuhan,dan zina adalah sebuah penamaan bagi perbuatan seorang laki-laki yang melakukan persetubuhan di kemaluan perempuan tanpa adanya pernikahan ataupun syubuhat nikah, atau begini artinya : “ Pemasukan kemaluan kedalam kemaluan disukai tentunya secara tabi’at manusia,dan diharamkan oleh syari’at islam.

A.2 Hukum zina dalam syari’at islam.

Pada awal mula ajaran islam berlaku,hukuman bagi orang orang yang berzina adalah ringan akan tetapi bersifat sementara,yang kemudian berakhir dengan didera dan dirajam. Inilah yang disebut dengan proses atau tahapan dalam berlakunya syari’at islam yang dikenal dengan ( التدرج في التشريع ). Dan ini merupakan ciri agama islam yang agung, dan rahmat dari Allah SWT kepada umat Muhammad SAW. Dan hikmah dari proses ini adalah supaya menjadikan mudah bagi jiwa jiwa manusia dalam menerima syari’at ini,yang seterusnya penerimaan ini akan disertai dengan keridhaan dan kerelaan dalam merealisasikannya ,seperti yang telah terjadi pada hukum pengharaman khamar dan riba. Hukuman awal bagi para pezina ada dalam firman Allah SWT :

واللآ تي يأتين الفاحشة من نسا ئكم فشتشهدوا عليهن أربعة منكم فإ ن شهدوا فأمسكوهن في البيوت حتى يتوفاهن الموت أو يجعل الله لهن سبيلا * والذان يأ تيانها منكم فآذوهما فإن تابا وأصلحا فأعرضواعنهما إن الله كان توابا رحيما

Artinya:”Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuan kamu,hendaklah terhadap mereka ada empat orang saksi di antara kamu ( yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya,atau sampai Allah memberi jalan ( yang lain) kepadanya. * Dan terhadap dua orang laki laki yang melakukan perbuatan keji,maka berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya taubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sungguh Allah Maha Penerima taubat,Maha Penyayang.”

Para mufassir berpendapat tentang ayat ini bahwasanya hukuman bagi perempuan yang melakukan perbuatan keji yaitu zina maka ia di kurung dirumahnya , dan tidak diizinkan bagi perempuan itu keluar dari rumah,sedangkan hukuman bagi laki-laki yang melakukan perbuatan keji adalah ia mendapatkan kecaman atau celaan dan juga penghukuman. Dapat dilihat jelas bahwasannya hukuman diatas itu adalah bermakna peringatan التعذير bukan bermakna had,dalil atas analisis ini adalah penyandaran hukuman tersebut pada waktu yang ditentukan, dan tercantum pada ayat dibawah ini : حتى يتوفهن الموت أو يجعل الله لهن سبيلا . dan kemudian berakhirlah hukuman sementara ini ketika ayat ini turun : الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة artinya: “ Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing masing dari keduanya seratus kali” Maka puncaknya dari hukum zina ini adalah hukuman penderaan menurut teks ayat dan rajam menurut sunnah nabawiyyah,dan hukuman ini namanya had الحد . adapun dalil dari sunnah nabawiyyah adalah hadis berikut ini :

روي مسلم وأبو داود وا لترمذي عن عبادة بن الصامت رضي الله أنه قال : { كان النبي الله صلى الله عليه وسلم إذا أنزل إليه ا لوحي كرب لذا لك وتربد وجهه , فأنزل الله ذ ات يوم فلقي كذا لك فلما سرى عنه قال : خذوا عني خذوا عني قد جعل الله لهن سبيلا , ا لبكر بالبكر جلد مائة و تغريب عام وا لثيب بالثيب جلد مائة وا لرجم }

A.3 Zina yang wajib dikenakan had.

Setiap hubungan seksual yang terjadi pada dasar yang tidak syar’i ( tidak atas dasar akad pernikahan) maka itu dianggap zina, dan akibat dari perbuatan ini seseorang mendapatkan had yang telah ditetapkan oleh syari’at islam. Adapun zina yang wajib dikenakan had adalah ketika hilangnya kepala kemaluan atau sebagian darinya ke dalam kemaluan perempuan yang diharamkan (berbeda dengan istri), disukai secara tabi’at (keluar dari sini kemaluan hewan) dan keluar dari makna syubuhat nikah. Dan jikalau hanya berjima dengan menikmati tubuhnya saja tanpa melakukan apa-apa dengan kemaluanya, maka tidak diwajibkan kepada pezina had,akan tetapi baginya hukuman التعزير . sesuai dengan hadis nabi dibawah ini:

عن ابن مسعود رضي الله عنه قال : جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : إني عالجت إمرأة من أقصى المدينة فأصبت منها دون أن أمسها , فأنا هذا , فأقم على ما شئت , فقال عمر : سترك الله لو سترت نفسك , فلم يرد النبي صلى الله عليه وسلم : فانطلق الرجل , فأتبعه النبي صلى الله عليه وسلم رجلا , فدعا ه , فتلا عليه :{ وأ قم الصلاة طرفي النهار وزلفى من الليل إن الحسنات يذ هبن السيئات ذالك ذكر للذاكرين} <هود:114 > فقال له رجل من القوم: يا رسول الله أله خاصة , أم للناس عامة؟ فقال : للناس عامة . رواه مسلم وأبو داود و الترمذيز

A.4 Hal-hal yang menetapkan terjadinya pelaksanaan had zina.

Had zina tidak dapat dilaksanakan jika hal hal dibawah ini tidak ter jadi,pada dasarnya hal hal ini hanya ada 2, yaitu pendatangan saksi (الشهادة )dan pengakuan (الإقرار,) dan ada lagi hal lainnya tetapi tidak menjadi hal yang paling menetapkan terjadinya pelaksanaan had zina. Abdul Qadir Audah menyebutkan nya dalam kitabnya Attasyr’ii Aljinaai’ Al islami yaitu dengan hamil. Dan lebih jelasnya akan dibahas satu per satu.

Pertama : Saksi. (الشهادة )
Maksudnya disini adalah mendatangkan saksi. Pengaruh dari tuduhan seseorang terhadap lainnya dengan zina sangatlah jelek,karena itu islam menetapkan beberapa hal untuk melaksanakan had ini dengan sedetailnya,atau seadil adilnya. Dalm masalah saksi diharuskan ada empat saksi untuk memberi kesaksian, ulama telah sepakat dan berijma’ bahwa had tidak bias ditetapkan kecuali jumlah saksi tersebut terpenuhi. Dalilnya ada dalam ayat qur’an berikut ini :

{ واللآتي يأتين الفاحشة من نسائكم فاستشهدوا عليهن أربعة منكم } <النساء:15> وقوله تعالى : { لولا جاءوا عليه بأربعة شهداء فإذ لم يأتوا با الشهداء فألئك عندالله هم الكاذبون} <النور:13>

Dan sunnah pun menjelaskan dan menta’kidkan lagi akan hal ini,berikut hadisnya:

روي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال لهلال بن أمية لما قذف إمرأته بشريك بن سحماء : {البينة وإلا حد في ظهرك} رواه الجماعة إلا مسلماوالنسائي , وروي عنه أنه قال : {أربعة شهداء وإلا حد في ظهرك} رواه النسائي .

Dan tidak bisa setiap orng bersaksi kemudian diterima saksinya,akan tetapi saksi yang diterima persaksiannya adalah yang telah memenuhi persyaratan,dan persyaratan yang ditentukan. Penulis kitab Attasyri’I Al jinai’ Al islami membagi syarat syarat sebagai saksi kepada dua bagian,syarat yang umum semuanya bagi saksi,dan syarat yang khusus bagi saksi zina.

Syarat Umum.

1. Baligh (البلوغ )
Disyaratkan untuk saksi umurnya sudah baligh,dan tidaklah diterima persaksian anak kecil yang belum baligh (الصبي ), walaupun anak itu punya kemampuan untuk memberi kesaksian, ataupun ia termasuk orang yang ‘udul (أهل العدالة ) orang yang benar. Dalil harusnya baligh ada dalam ayat dibawah ini:
{ وستشهدوا شهيدين من رجالكم فإن لم يكون رجلين فرجل ومرأتان ممن ترضون من الشهداء } < البقرة:282>
Artinya: Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki –laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu suka dari para saksi (yang ada).

2. Berakal (العقل )
Disyaratkan bagi saksi untuk memenuhi syarat ini,maka tidak diterima persaksian orang yang hilang akalnya atau gila. Akan tetapi diterima orang yang hilang akalnya itu kadang kadang,dan itu pada saat ingatan atau akalnya kembali, dan ia mempunyai bukti untuk dipersaksikan. Tidak diterimanya persaksian orang yang gila didasarkan pada hadist rasulullah SAW:
{ رفع القلم عن ثلاثة : عن الصبي حتى يبلغ , وعن النا ئم حتى يستيقظ , وعن المجنون حتى يفيق }

3. Hafal (punya ingatan yang kuat) (الحفظ )
Maksudnya di sini adalah pengaruh dari syarat ini lah yang diminta,yaitu keterangan yang jelas,pasti,benar dan tidak salah atau lupa nantinya ketika memberi kesaksian. Maka tidak bisa menjadi saksi orang yang sering salah dan sering lupa. Akan tetapi orang yang salahnya sedikit diterima kesaksianya. Yang menjadi alasan bahwasanya tidak diterima kesaksian orang yang sering salah dan lupa walau pun dia orang yang benar adalah apa yang dikatakannya itu tidak bisa dipercaya, contoh ketika dia memberi kesaksian dan menamai sesuatu yang sebenarnya bukan yang dimaksud,dan juga ditakutkan ketika ada orang yang membimbing untuk mengatakan sesuatu atau menyeletuk dan dia mengatakan apa yang orang lain katakan itu.

4. Bisa bicara (الكلام )
Disyaratkan bagi saksi untuk mampu berbicara dalam persaksiannya, dan jika ia bisu maka ada perbedaan ulama dalam memandangnya.

Imam malik menerima persaksian orang yang bisu, dengan syarat bahasa isyaratnya dipahami. Imam ahmad tidak menerima persaksian orang bisu walaupun isyaratnya dipahami,akan tetapi jika dia bisa menulis maka persaksian dilaksanakan dengan tulisan. Madzhab hanafiyah tidak menerima persaksian orang yang bisu, walaupun isyaratnya dipahami atau bisa menulis. Berbeda pendapat ulama madzhab Syafi’I dalam perkara ini,ada yang menerima dan ada yang menolak. Dan dalam madzhab Zaidiyah ada dua pendapat,tidak sah kesaksian orang yang bisu secara mutlaq, dan pendapat satu lagi menerima.

5. Penglihatan (bisa melihat) (الرؤية )
Disyaratkan juga bagi yang menjadi saksi untuk memiliki penglihatan, yang berarti ia tidak buta. Sedangkan kalau buta, para ulama mempunyai ijtihad masing-masing dalm memandang perkara ini. Insya allah inilah tema kita pada kajian di kesempatan ini,dan akan dibahas di point pembahasan.

6. Mempunyai sifat yang adil dan benar. (العدالة )
Tidak ada perbedaan pendapat dari para ulama bahwa disyaratkan hal ini pada setiap saksi yang akan memberi kesaksian harus mempunyai sifat ini, berdasarkan firman Allah SWT di bawah ini :
وأ شهدوا ذوي عدل منكم <الطلاق:2>
Artinya : “ Dan persaksikanlah dua orang saksi yang adil di antara kamu”

7. Ber agama Islam. (الإسلام )
Disyaratkan bagi saksi harus beragama islam, maka tidaklah diterima persaksian orang yang bukan muslim, baik persaksian itu untuk orang islam atau pun sesama mereka. Dan ini adalah hukum asal yang dipilih para ulama dan mereka sepakat atas itu semuanya, diambil dari firman allah swt :
{ وستشهدوا شهيد ين من رجالكم } < البقرة :282> وقوله تعالى : { وأشهدوا ذوي عدل منكم } < ا لطلاق :2>

Dan dalam kesepakatan ini ada banyak pengecualian yang didalamnya ulama berbeda pendapat dalam memandangnya.

Syarat khusus saksi zina.

1} Jantan atau harus laki laki.
Maka disyaratkan semua saksi harus laki-laki dan tidaklah diterima kesaksiaannya perempuan, kecuali pendapat ibnu hazem beliau menerima kesaksian dua orang perempuan yang mempunyai sifat adil dan juga muslim dan jumlah dua ini disamakan dengan kedudukan laki-laki satu orang.

2} Empat saksi.
Maka jika jumlah saksi dalam zina kurang dari empat tidak diterima, untuk dalilnya tadi telah disebutkan di atas.

3} Adanya pengamatan atau penglihatan yang valid.
Maksud pengamatan disini adalah pengamatan dari saksi,pengamatan yang jelas bahwa ia melihat kemaluan laki laki pezina masuk ke dalam kemaluan perempuan,seperti masuknya tali ke dalam sumur atau pensil celak masuk ke botol celak. Ini disandarkan pada hadist rasulullah SAW di bawah ini :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لماعز : { لعلك قبلت , أو غمزت . أو نظرت ؟ } فقال : لا يا رسول الله , فسأله صلوات الله وسلا مه عليه با للفظ ا لصريح لا يكنى . قال : نعم . قال : { كما يغيب المرود في المكحلة والرشاء في البئر ؟ قاال : نعم .

4} Dalam satu majlis.
Jumhur ulama berpendapat bahwasannya salah satu dari syarat sahnya persaksian adalah harus diadakan dalam satu majlis, tidak berbeda waktu dan juga tempat, dan jika salh satunya terpisahkan maka tidak sah persaksiannya. Berbeda dengan Syafi’iyah,Dzohiriyah,dan Zaidiyah, mereka tidak menjadikan hal ini sebagai syarat dari diterimanya persaksian.

5} Tidak Kadaluwarsa.
Maksudnya adalah kejadian perbuatannya itu sudah terlewat lama untuk diangkat lagi ke permukaan, ini didasarkan pada perkataan sayyiduna Umar ra. : { أيما قوم شهدوا على حد , لم يشهدوا عند حضرته فإنما شهدوا عن ضغن , ولا شهادة لهم . } dan ini adalah pendapat hanafiyah, sedangkan malikiyah,syai’fiyah,zaidiyah dan dzohiriyah tidak menjadikan ini sebagai syarat,maka mereka menerima persaksian yang yang terlambat, dan imam madazhab ada dua pendapat,yang pertama setuju dengan pendapat hanafiyah,dan yang kedua setuju dengan jumhur.

6} Kesaksiannya diterima oleh hakim.
Dan tidak diharuskan adanya pelaksanaan had bagi yang tertuduh ketika saksi telah menunaikan persaksianya, dan ini selama hakim belum menerima kebenaran atau kesahan persaksian sang saksi, maka jika para saksi berbeda dalam memberikan keterangan atau adanya kebohongan salah satu dari mereka maka persaksian ditolak.

Kedua : pengakuan dengan iqrar. (الإقرار )
Ini adalah pengakuan pezina atas perbuatan yang telah dilakukannya, pengakuan yang jelas tidak ada keraguan didalamnya dan tidak ada paksaan atau tekanan kepadanya.

Adapun imam hanafiyah dan imam ahmad dalam hal ini beliau mensyaratkan iqrar pengakuannya ini empat kali diqiyaskan kepada pensyaratan harus adanya empat saksi dalam pelaksanaan had zina, dan dari hadis rasul SAW di bawah ini :

روه أ بو هريرة فقال : أ تى رجل من الأ سلميين ( وهو ماعز) رسول الله صتى الله عليه وسلم وهو في المسجد فقال : يا رسول الله إني زنيت , فأعرض عنه , فتنحى تلقاء وجهه فقال : يا رسول الله إني زنيت , فأعرض عنه حتى قال ذالك أربع مرات , فلما شهد على نفسه أربع شهادات دعاه رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : أبك جنون ؟ , قال : لا , قال : أحصنت ؟ , قال : نعم , فقال صلى الله عليه وسلم : إذهبوا به فارجموه .

Sedangkan dari pendapat dari imam malik dan imam syafi’I mereka mencukupkan satu kali saja dalam pengiqraran. Karena iqrar pengakuan ini adalah pengkabaran dan kabar tidak perlu ditambah dengan pengulangan.

Ketiga : Dengan petunjuk kehamilan.

Yaitu ketika tampak jelas adanya kehamilan pada perempuan yang belum nikah,atau perempuan yang tidak diketahui suaminya,atau perempuan yang menikah dengan anak kecil yang belum mimpi basah, atau perempuan yang nikah sama sama baligh dan belum mencapai enam bulan tapi sudah melahirkan. Dan kehamilan bukanlah satu satunya petunjuk yang kuat untuk melaksanakan had,dan malh bisa menjadi dalil sebaliknya,dan boleh menetapkan bahwasannya dia hamil bukan karena zina, dan wajib di hilangkan had dari petunjuk kehamilan ini setiap adanya keraguan dalm terjadinya apakah ia diperkosa atau sama-sama suka.

Dan imam Syafi’i ,abu Hanifah, juga imam Ahmad berpendapat bahwa jika tidak ditemukan dalil yang menunjukan seorang perempuan telah berzina atas kehamilannya, maka dianggap perempuan itu dipaksa atau diperkosa atau berjima dalam syubuhat nikah, maka tidak dikenakan had baginya. Dan jika tidak ada bukti juga bahwasanya ia tidak dipaksa atau tidak melakukan jima’ dalam syubuhat nikah tidak dikenakan had juga baginya,selama belum ada bukti bahwa kehamilan itu adalah buah perzinahan. Karena pada asalnya tidak diwajibkan had kecuali dengan persaksian atau iqrar pengakuan.

Lain halnya pendapat imam Malik, ia berpendapat bahwasannya perempuan yang hamil tanpa pernikahan wajib atasnya had tanpa peerlu kepada iqrar pengakuan darinya,dan jika dia dianggap telah diperkosa atau jima’ dalam syubuhat nikah maka tidak cukup satu hal saja (anggapan) untuk menghilangkan had, tetapi harus mendatangkan dalil atau petunjuk atas anggapannya itu, seperti ia menetapkan bahwasannya ada orang yang menyaksikannya waktu ia diperkosa atau percikan darah selaput dara di pakaianya yang menjadi bukti telah hilang keperawanannya.

B. Permasalahan yang dibahas.

1. Hukum orang buta menjadi saksi zina.

Saksi merupakan unsur yang paling penting dalam pelaksanaan hukuman had bagi sang pezina, dan mendatangkan saksi merupakan hal hal yang menetapkan terjadinya penghukuman had bagi yang tertuduh berbuat zina,sebagaimana tadi telah dibahas di atas,dan ini selama syarat syarat yang telah disebutkan tadi terpenuhi oleh saksi.

Ada perbedaan pendapat para ulama pada point ke lima dari syarat-syarat umum untuk kelayakan saksi, yaitu penglihatan atau bisa melihat (الرؤية ).

@- Ulama Hanafiyah

Mereka tidak menerima persaksian orang yang buta. Adapun dalil mereka adalah karena persaksian itu membutuhkan agar sang saksi itu menunjukan siapa yang akan dipersaksikan olehnya dan apa yang akan dia persaksikan, dan orang buta tidak dapat menjelaskan perbedaan kecuali pada bunyi, dan dalam hal penjelasan perbedaan bagi orang yang buta menjadikan adanya keraguan dalm persaksian. Dan mereka juga tidak menerima orang yang tiba-tiba buta di waktu akan melaksanakan persaksian walaupun ia masih bisa melihat pada saat kejadian yang menjadi bukti yang akan ia persaksikan. Dan mereka juga menolak persaksian orang yang tiba-tiba buta setelah melaksanakan persaksian dan hakim belum mengeluarkan keputusan. Hal ini karena mereka mensyaratkan adanya kelayakan atau kepantasan pada saat turunnya keputusan hakim,yaitu agar persaksiannya menjadi alasan atau hujjah yang kuat.

Pada asalnya madzhab ini berpendapat bahwa kesaksian orang buta itu tidak diterima, baik itu dengan cara melihat sebelum buta (seperti kasus sebelumnya) atau pun dengan cara mendengar. Tapi ada beberapa ulama di dalamnya yang berijtihad lain seperti Abu Yusuf (ulama hanafiyah) beliau menerima persaksian orang yang buta melalui cara mendengar dan membolehkannya secara mutlaq, dan juga ia menerima peersaksian orang yang buta ketika akan melaksanakan persaksian dan masih melihat ketika kejadian yang menjadi bukti untuk dipersaksikan.

@- Ulama Malikiyah

Ulama malikiyah menerima persaksian orang yang buta dalam perkataan perkataan walaupun kejadiannya setelah ia buta, selama ia memahami dan tidak bercampur pada pemahamannya suara suara yang lain dan ia yakin dengan orang yang akan dia persaksikan dan apa yang akan ia buktikan dalam persaksiannya. Dan jikalau ia ragu dari semua yang telah disebutkan maka ia tidak boleh memberikan kesaksian. Sedangkan kesaksian orang yang buta dengan cara melihat, tidak diterima kecuali jika ia melihat kejadian yang akan menjadi bukti dalam kesaksiannya, kemudian setelah itu tiba tiba ia buta, dan dia yakin dengan wujud atau bentuk (kenal) dengan pelaku yang ia saksikan, atau mengetahui namanya dan nasabnya.

@- Ulama Syafi’iyah

Beberapa ulama madzhab ini berpendapat bahwa kesaksian orang yang buta itu diterima secara mutlaq dalam perkataan perkataan apabila mengetahui suara itu. Dan jika kejadian yang menjadi bukti itu bisa terlihat olehnya waktu itu,ketika masih bisa melihat.maka diterima persaksiannya,jika pelaku perbuatan itu dikenal olehnya siapa namanya dan nasabnya, atau jika apa yang akan dia buktikan di persaksian masih utuh dalam genggamannya tidak berpisah dengannya setelah kemudian ia menjadi buta.

@- Ulama Hanabilah

Dalam madzhab imam ahmad bin hanbal mereka membolehkan persaksian orang yang buta,setiap kali dia yakin akan suara itu, yang artinya mereka menerima persaksian orang buta dalam perkataan perkataan secara mutlaq. Sedangkan persaksian mereka dalam hal yang sifatnya dilakukan,mereka membolehkannya dan menerimanya,dengan syarat saksi masih melihat pada saat kejadian yang nantinya akan dia persaksikan dan jika si pelaku diketahui namanya dan nasabnya oleh saksi.

2. Hukum melihat kemaluan orang yang berzina bagi para saksi.
Dalam judul ini mengandung arti bahwasannya melihat kemaluannya masih pada konteks yang belum di ikat dan menjadi dua kemungkinan dalam memahaminya ,pertama apakah melihatnya pada saat terjadinya perbuatan keji ,dan berarti ini masuk ke dalam syarat khusus bagi saksi zina,yaitu pengamatan dan penglihatan yang valid (المعاينة ). Atau melihatnya pada saat ingin membuktikan di majelis persaksian.

Kemungkinan pertama.

Hukum melihat masuknya kemaluan laki-laki kedalam kemaluan perempuan pada syarat ini adalah dibolehkan, dan dalilnya adalah untuk kebutuhan kuatnya persaksian. Sebagaimana dibolehkan pula bagi para dokter karena ada kebutuhan atau ada keperluan untuk pengobatan,atau bagi dukun beranak yang ada keperluan untuk membantu kelahiran.

Dan ini masuk ke dalam qoi’dah fiqhiyah (الضرورة تبيح المحظورات )dan permasalahan ini masuk kedalam cabangnya (الضرورة تقدر بقدرها ). Yang bermakna bahwasanya keadaan darurat ini membolehkan hal hal yang tidak boleh dilakukan,seperti permasalahan sekarang yaitu melihat kemaluan,hukum asla dari melihat kemaluan adalah tidak boleh,tetapi ada keadaan darurat yang membolehkanya yaitu keperluan untuk penguatan persaksian,dan kebutuhan ini diukur sesuai kebutuhan pada saat itu,dan tidak boleh melebihi kebutuhan, karena jika berlebih hukumnya sudah berubah menjadi tidak boleh lagi.

Dan untuk kemungkinan yang terakhir ini mari kita diskusikan bersama sama.

Penutup

Mungkin hanya ini makalah yang bisa saya tulis dengan segala kekurangannya saya minta maaf,dan mohon kritikannya yang membangun supaya makalah ini menjadi lebih baik.syukron jazakumulloh.

Maraji’: 1. Al Qur’an terjemahan Syamil Qur’an.
2. kitab fi rihabit tafsir, Dr. Muhammad Mutawalli Idris
3. Fiqih Sunnah, karangan Sayyid Sabiq.
4.kitab At tasyri’u Al Jinaai’ Al Islami, karangan Abdul Qadir Audah , jilid dua.

No comments:

Post a Comment