Saturday, July 9, 2011

Perbandingan Siyasah Umum dan Siyasah Syar'iyah

Muqaddimah

Selama ini kita sering mendengar istilah politik dalam kehidupan kita. Namun demikian, masih banyak juga yang belum mengerti terminologi dari politik itu sendiri. Dan kebanyakan orang mengenal politik itu kotor. Karena memang seperti itu adanya, saling menjatuhkan, sikut sana sikut sini. Perebutan kekuasaan adalah arena yang diperlombakan. Semua organisasi mempunyai motivasi masing-masing dibalik keikutsertaannya dalam arena. Dan kebanyakan orang berpendapat bahwa semuanya itu hanya mengejar kekuasaan, dan mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan dari itu semua. Dan memang itu yang terjadi. sehingga fenomena ini memunculkan stigma kotor pada tubuh dunia perpolitikan. Dan juga kelakuan-kelakuan licik para politisi menambah persepsi buruk dalam pandangan masyarakat tentang politik itu sendiri.


Atau barangkali kata politik itu sendiri sudah mengalami persempitan makna. Mengapa seperti itu? Ya karena ketika diucapkan kata politik yang terbayang adalah kejelekan-kejelekan serta kekotoran-kekotoran praktek dari para politisi. Tidak ada bayangan lagi kecuali itu.

Akan tetapi jika kita uraikan lagi permasalahan itu secara rinci, maka akan kita fahami bahwa yang terjadi adalah akibat tingkah laku. Bukan akibat sistem. Bisa jadi sistem yang diterapkan sudah lumayan sempurna, akan tetapi pelaksana sistem tidak berjalan sesuai dengan sistem yang disepakati, bahkan melanggar prosedur-prosedur sistem, dan bahkan melakukan kriminal seperti korupsi. Atau barangkali sistemnya yang tidak cocok. Dan sekali lagi ini perlu penilaian yang cermat dan teliti. Satu hal penting yang perlu kita punya dalam menghadapi sesuatu adalah pemahaman ( Al- Fahmu). Bisa jadi penilaian kita salah karena pemahaman kita salah. Dan akar permasalahan semuanya itu bisa jadi akibat ketidak pahaman yang mendalam. Oleh karena itu mari kita mengenal lebih dekat lagi tentang politik dalam kacamata umum dan kacamata islam.

Apa itu Politik?

Terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian tentang politik dari kamus Ilmu Umum. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Ada juga yang mengartikan politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Dalam pandangan Aristoteles politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Dalam konteks memahami ilmu politik ini perlu beberapa pengertian atau beberapa kunci, antara lain kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik. Dan ini tentunya sangat panjang tidak mungkin dibahas disini, mungkin akan terbahas hanya beberapa kunci saja.

Beberpa ilmuwan barat mencoba mengartikan politik sebagai pengambilan keputusan kolektif. Seperti ungkapanya Joyce Mitchell dalam bukunya Political Analisys and Public Policy ; “ Politics is Collective decision making or the making of public policies for an entire society”.yaitu pengambilan keputusan kolektif atau pembuat kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.


Kemudian kita beralih menuju pandangan para ulama Islam dalam mengartikan politik. Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah). Dan dalam bahasa Arab politik ialah siyasah dan mengandung arti mengurus sesuatu dengan kiat-kiat yang membuatnya menjadi baik (Lisanul ‘Arab, Ibnu Mandzur).

Dalam islam, politik atau siyasah ini mempunyai landasan yang kuat dan jelas, yaitu ayat dari alqur’an. Yaitu 2 ayat Alqur’an dari surat Annisa (58-59). Dua ayat ini juga yang menjadi dasar pijakan Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya As Siyaasah As Syariyah. Untuk bunyi ayatnya sebagai berikut

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 58-59)

Kemudian Ibnu Taimiyah menulis dalam muqadimah kitabnya As Siyasah As Syariyah ta’liq tentang dua ayat diatas; “Menurut para ulama, ayat pertama (dari dua ayat di atas) turun berkaitan dengan para penguasa (ulil amri), agar mereka menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkannya dengan adil.
Sedangkan ayat kedua turun berkaitan dengan rakyat baik dari kalangan militer maupun selainnya, agar mereka senantiasa taat kepada para penguasanya dalam hal pembagian jatah, keputusan, komando pertempuran, dan lain sebagainya. Kecuali jika mereka memerintahkan kepada kemaksiatan, maka tidak boleh menaati makhluk (para penguasa tersebut) dalam rangka bermaksiat kepada Al-Khaliq (Allah Subhanahu wa Ta’ala). Jika terjadi perbedaan pendapat antara para penguasa dengan rakyatnya dalam suatu perkara, hendaknya semua pihak merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun jika sang penguasa tidak mau menempuh jalan tersebut, maka perintahnya yang tergolong ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap wajib ditaati. Karena ketaatan kepada para penguasa dalam perkara ketaatan tersebut merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula hak mereka (para penguasa), tetap harus dipenuhi (oleh rakyatnya), sebagaimana yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa”.
Jika dilihat dari terminologinya para ulama muslim, seringkali kalimat politik ini (siyasah,seterusnya dibaca siyasah) dipakai dengan artian sebagai hukum-hukum yang dipakai untuk mengendalikan atau mengatur rakyat (warga negara). Seperti dalam kitabnya Imam Mawardi yaitu ; “Qowaanin Al Wizaarah” ada didalamnya ungkapan “Qonun As Siyasiyah” undang-undang Tata Negara. Dan juga buku beliau yang sangat fenomenal yaitu Al Ahkam As Sultoniyyah. Untuk lebih jelas lagi mari kita perhatikan beberapa pengertian politik menurut para Ulama dan Ahli Fiqh.
Ibnu ‘Aqil mengartikan siyasah sebagai berikut; “ Sesuatu yang real dan nyata yang dengannya manusia lebih dekat kepada kebaikan, dan membuatnya lebih jauh kepada kerusakan, dan Rasulullah SAW belum pernah melakukanya (belum ada atsar dari beliau), dan tidak juga turun sebagai wahyu “ (At Thuruq Al Hakimiyyah Li Ibnul Qayyim).

Kemudian Ibnu Kholdun mengartikan siyasah sebagai berikut; “ Siyasah adalah mendorong sekelompok manusia atau massa menuju hal-hal yang disesuaikan dengan pandangan syari’at islam dalam memenuhi maslahat-maslahat mereka, baik yang sifatnya duniawi ataupu ukhrawi. (Al Muqaddimah).
Satu lagi, Abdurrahman Taj mengartikan siyasah sebagai berikut; “ Hukum-hukum yang dipakai untuk mengatur dan mengawal negara, dan mengurusi kebutuhan-kebutuhan rakyat (ummat), dan dengan memperhatikan bahwa hukum-hukum ini harus serasi dengan ruh syari’at islam. Yang diturunkan atas akar dan fondasinya yang menyeluruh, serta yang merealisasikan tujuan-tujuan kehidupan sosial. Walaupun tidak ada dalil atau hujjah yang terperinci yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang hukum-hukum ini ( Khosoish At Tasyri’ Al Islami, Ad Duraini).
Dari pemaparan tadi dapat kita fahami bahwa ulama-ulama kita memandang bahwa siyasah (politik) itu harus satu nafas dengan syari’at Islam, dan serasi dengan tujuan-tujuan syari’ah islam itu sendiri. Tidak boleh bertolak belakang dengan dasar-dasar hukum islam (AlQur’an, Assunnah, Ijma’, dan Qiyas).

Adakah Perbedaan Antara keduanya?

Dalam buku Al Musyarakah Fil Hayah As Siyasiyyah karya Dr Misyar Umar Al Mashry (jubir resmi HAMMAS) menyebutkan ada perbedaan yang mendalam antara siyasah wadhi’yyah (Umum) dengan siyasah syari’yyah. Pertama, diantara perbedaan yang paling menonjol adalah dalam praktek-prakteknya. Dimana siyasah syar’iyyah berjalan untuk mengatur manajemen urusan-urusan serta kebutuhan-kebutuhan warga negara (ummat), dan merealisasikan maslahat-maslahat itu saat itu juga atau untuk jangka panjang, dan ini semua harus sesuai dengan aturan islam dan ajaran-ajaranya. Akan tetapi siyasah umum itu petunjuk-petunjuknya atau aturan-aturannya bermacam macam. Sifatnya berubah-ubah sesuai leadernya atau pemilik kekuasaan itu. Dan peran mereka hanya terfokus pada pengurusan manusia di dunia saja.

Dalam Muqaddimahnya Ibnu Kholdun mencoba membedakan antara keduanya, ia menulis ; “ Maka yang pertama (siyasah syar’iyah) adalah siyasatnya atau politiknya adalah Syari’, sesuai dengan syari’at islam. Dan juga ia mengikat antara kebaikan di dunia dan kebaikan di Akhirat. Sedangkan yang kedua (siyasah umum) tidak mengikat antara dua kebaikan ini. Maka siyasah duniawi (siyasah umum) adalah merupakan siyasah yang ditetapkan oleh para pemikir dan pembesar-pembesar negara serta menteri-menterinya. Hanyalah maslahat dunia yang menjadi fokus utama siyasah ini. Berbeda dengan siyasah syari’yah, yang menetapkan adalah Allah SWT . manfa’atnya ada di dunia juga di akhirat.

Kedua, perbedaan antara keduanya bisa juga dilihat dari segi sandaran hukumnya. Dimana siyasah syar’iyah sandaran hukumnya adalah sumber-sumber penetapan hukum-hukum syari’at islam ( Mashodiru At Tasyri’ Al Islami). Sedangkan sandaran hukum siyasah umum adalah adat-adat suatu kaum dan percobaan-percobaan yang diwariskan dari orang-orang terdahulunya, ataupun yang lainya. Dan tidak ada ikatan dengan sumber-sumber hukum Samawi.

Teori politik di Indonesia

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.
Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

Sebagaimana yang kita ketahui,bahwa sistem politik yang dipakai oleh pemerintah indonesia adalah demokrasi. Dan arti dari demokrasi itu sendiri adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Dan makana demokasi yang akrab didengar adalah ungkapannya Abraham Lincoln (mantan Presiden Amerika); Hukum dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.

Demokrasi dalam Sorotan Islam

Telah banyak bermunculan tulisan-tulisan para ulama dan pemikir muslim tentang demokrasi ini. Ada yang berpendapat bahwa demokrasi serasi dengan islam,dan mempunyai kesamaan dengan nilai-nilai islam. Ada juga yang berpendapat bahwa persamaan itu terletak dalam masalah Syura, akantetapi syura lebih luas dan dalam maknanya dari pada demokrasi. Ada juga yang menolak mentah- mentah terhadap demokrasi ini, mereka berkata bahwa tidak ada kesesuaian antara islam dan demokrasi, dan sangatlah tidak cocok dikatakan jika islam itu hukumnya hukum demokrasi.
Dr Yusuf Qardawi berpendapat ; bahwa menjadi hak kita untuk mengambil (Al Iqtibas) kebaikan yang ada di dalam demokrasi,dan islam telah ada terlebih dahulu daripada demokrasi dengan penetapan kaidah-kaidah syar’I yang berdiri diatasnya. Dan pendapat ini dilandaskan karena lingkungan kehidupan kaum muslimin mengalami perkembangan, dan juga keadaan kaum muslimin yang mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Dan beliau melanjutkan bahwa tidak ada larangan untuk mengambil (Iqtibas) ide-ide atau solusi dari luar islam, dan ketika perang Ahzab (khandaq) Nabi Muhammad SAW telah memakai strategi perangya kaum persia, yaitu penggalian parit.

Kemudian Dr Misyar mengomentari pendapat Dr yusuf Qardawi; “Akan tetapi pendapat ini bukanlah legitimasi untuk kita memakai hukum demokrasi secara keseluruhan dalam kehidupan kita, dan kemudian menanggalkan keislaman kita dalam pemerintahan, atau meninggalkan syura yang merupakan nilai yang tertinggi dalam pemerintah islam, karena jika seperti itu kita akan terkena khitab dari ayat ini : “ Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allahbagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (Al-Maidah : 50).

Perbedaan mendasar antara demokrasi sekuler dengan konsep politik Islam terletak pada pandangan tentang siapa pemegang kedaulatan. Konsep demokrasi sekuler memberikannya kepada rakyat. Mereka mengatakan, kedaulatan itu ada di tangan rakyat karena suara rakyat adalah suara tuhan. Sementara dalam konsep Islam, kedaulatan sepenuhnya ditangan tuhan dan suara tuhan harus menjadi suara rakyat. Implementasinya, hukum dan demokrasi sekuler merupakan nota kesepekatan bersama yang diproduk melalui konstitusi, sementara dalam Islam hukum itu given dan adalah tugas konstitusi untuk merealisasikannya.

PENUTUP

Dalam penutup ini penulis mengutip tulisanya Anang Luqman Afandi,ia menulis; menjelaskan konsep bahwa politik sebenarnya dilakukan setiap masyarakat primitif atau modern karena sifat dan karakter manusia serta jawaban ilmiah Islam terhadap tuntutan kehidupan politik memang perlu waktu. Bahkan di kalangan aktifis saja masih ada sebuah anggapan bahwa berpolitik tidak dilakukan dalam Islam. Menekankan sejarah Rasulullah SAW serta praktek-praktek kontemporer akan mengingatkan keagungan Islam dalam menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan kehidupan manusia sebagai khalifah fil ardhi dan Abdullah sekaligus menyadari pentingnya politik dalam kehidupan Islam.

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan pedoman bagi anggota parlemen atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam berpolitik. Dan interaksi umat Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan pengalaman dan tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat akan menambah kepercayaan masyarakat khususnya di Indonesia bahwa memang Islam mengatur seluruh aspek mulai ekonomi, sosial, militer, budaya sampai dengan politik.

Wallahua’lam bissawab.

No comments:

Post a Comment